RAKYATNASIONAL.COM
FOLLOW BNC Like Like Like Like
Sabtu | 15 Maret 2025 22:00:38 WIB

NASIONAL

Pengukuhan Pengurus DPC IP-KI Jakarta Pusat, Deklarasi Mendukung Revisi RUU TNI

REDAKSI - RAKYATNASIONAL.COM
Pengukuhan Pengurus DPC IP-KI Jakarta Pusat, Deklarasi Mendukung Revisi RUU TNI
RAKYATNASIONAL.COM,- Pengukuhan Pengurus DPC IP-KI Jakarta Pusat, Deklarasi Mendukung Revisi RUU TNI

Bertempat di Aula Kantor Walikota, Kota Administrasi Jakarta Pusat, pada Sabtu 15 Maret 2025 Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Ikatan Pejuang Kemerdekaan Indonesia ( IP-KI ) Provinsi DKI Jakarta, Mulyadi Guntur Aritonang secara resmi mengukuhkan pengurus Dewan Pimpinan Cabang IP-KI Kota Administrasi Jakarta Pusat.

Dalam sambutannya, Ketua DPW IP-KI DKI Jakarta, M Guntur Aritonang meminta kepada seluruh Anggota dan Pengurus DPC IP-KI Jakarta Pusat untuk komitmen terhadap bangsa, menjaga keutuhan NKRI, dimana IP-KI didirikan oleh Jenderal AH Nasution, Gatot Subroto, Hamengkubuwono IX serta tokoh nasional lainnya, dengan tujuan mengamalkan dan menerapkan falsafah dan ideologi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya tujuan nasional. Program IP-KI adalah mengembalikan kedaulatan di tangan rakyat.

M Guntur Aritonang juga menegaskan bahwa saat ini karakter bangsa kita mengalami penurunan yang sangat luar biasa, dimana nilai-nilai kapitalisme dan liberalisme sangat kuat, namun dengan komitmen IP-KI terhadap bangsa untuk memperlambat proses peran asing menghancurkan bangsa ini, buktinya generasi muda hari ini sangat kehilangan karakter bangsa. Dahulu saat naik kereta maupun bus, jika didepan kita ada orang tua, maka yang muda mengalah serta memberikan kursi yang didudukinya.
Untuk itu IP-KI Jakarta Pusat membutuhkan militansi dan pengetahuan sebagaimana dicontohkan oleh AH Nasution, bagaimana kita tegak lurus dalam berbangsa dan bernegara, tunjukkan IP-KI Jakarta Pusat mempunyai karakteristik sebagai mana dicontohkan para pendiri, bangun kegotongroyongan dan bersifat jujur dan terbuka dalam berorganisasi, tegas M Guntur Aritonang.

Bangun terus komunikasi dan kerjasama dengan baik dengan pemerintah kota Jakarta Pusat dan apa partisipasi yang bisa kita lakukan, jangan pernah lelah melakukan silaturahmi, tambahnya.

Sementara Walikota Jakarta Pusat yang diwakili Sudin Kesbangpol, Rachmat juga berharap kolaborasi dengan IP-KI bisa ditingkatkan, dimana kita punya program menghilangkan kawasan RW Kumuh, kita targetkan tahun ini 50 RW kumuh bisa kita tata ulang dan perbaiki, harapnya.

IP-KI Jakarta Pusat juga diharapkan bisa menjadi warna tersendiri di Jakarta Pusat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Jakarta Pusat ini, ungkapnya.

Sementara Ketua IP-KI Kota Administrasi Jakarta Pusat, Daniel Samosir juga menegaskan bahwa pihaknya siap berkolaborasi dalam turutserta membangun masyarakat sebagaimana Visi dan misi organisasi, serta amanat maupun program kerja organisasi yang sudah tersusun.

Disamping itu hari ini kita juga melakukan Deklarasi, dimana IP-KI mendukung penuh Revisi Undang Undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI dalam Penguatan Pertahanan negara, khususnya pasal 3 dan 47, revisi ini diharapkan mampu memperkuat pertahanan nasional. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa perubahan ini bisa membawa Indonesia kembali ke era dwifungsi ABRI yang pernah menjadi bagian dari sejarah kelam Orde Baru.

Perubahan dalam Pasal 3: Modernisasi Alutsista dan Kekuatan pertahanan,
Pasal 3 dalam revisi UU TNI menitikberatkan pada peningkatan kekuatan pertahanan negara melalui modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista). Langkah ini, jika diterapkan dengan baik, akan membuat Indonesia lebih siap menghadapi ancaman eksternal maupun internal yang semakin kompleks.
Namun, pertanyaan mendasar yang muncul adalah bagaimana mekanisme pengadaan alutsista ini akan dilakukan. Dalam sejarahnya, pengadaan alutsista kerap kali menghadapi permasalahan seperti keterlambatan distribusi, ketidaksesuaian dengan kebutuhan militer, hingga dugaan praktik korupsi.

Maka jika revisi ini TIDAK DIIKUTI DENGAN TRANSPARANSI DAN PENGAWASAN YANG KETAT, maka POTENSI PENYALAHGUNAAN ANGGARAN AKAN SEMAKIN BESAR.

Pasal 47: Fleksibilitas atau Ancaman bagi Netralitas TNI?
Pasal 47 mengalami perubahan yang cukup kontroversial. Dalam aturan sebelumnya, prajurit TNI aktif hanya bisa menduduki posisi tertentu dalam pemerintahan, seperti di Kementerian Pertahanan dan Badan Intelijen Negara. Namun, dalam revisi yang diusulkan, prajurit aktif bisa ditempatkan di berbagai kementerian dan lembaga sesuai kebutuhan Presiden.
Pendukung kebijakan ini berargumen bahwa keahlian prajurit TNI dalam disiplin, kepemimpinan, serta pengelolaan krisis dapat bermanfaat bagi pemerintahan sipil. Penugasan prajurit aktif ke instansi tertentu juga bisa meningkatkan efektivitas birokrasi dalam menghadapi situasi darurat, seperti bencana alam atau ancaman keamanan nasional.
Namun, revisi ini juga menimbulkan kekhawatiran besar. Salah satu prinsip utama reformasi militer pasca-1998 adalah menjaga netralitas TNI dalam politik dan pemerintahan. Jika prajurit aktif terlalu banyak ditempatkan di posisi sipil, maka ADA RISIKO INTERVENSI MILITER DALAM KEBIJAKAN yang seharusnya dijalankan oleh pemerintahan sipil, Dalam jangka panjang, ini BISA MENGABURKAN BATAS ANTARA MILITER DAN POLITIK, serta membuka celah bagi militerisme dalam tata kelola negara.

Menjaga Profesionalisme TNI dalam Sistem Demokrasi, Dimana Revisi UU TNI ini harus dipahami sebagai upaya untuk menyesuaikan peran militer dalam menghadapi tantangan global. Namun, penting untuk memastikan bahwa profesionalisme TNI tetap terjaga dan tidak mengarah pada dominasi militer dalam sektor sipil. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah dengan menerapkan aturan pensiun dini bagi prajurit TNI yang ingin mengisi posisi dalam pemerintahan. Hal ini akan memastikan bahwa MEREKA BENAR-BENAR MEMASUKI DUNIA BIROKRASI SEBAGAI WARGA SIPIL, BUKAN SEBAGAI BAGIAN DARI STRUKTUR MILITER YANG MASIH AKTIF.

Selain itu, pengawasan ketat dari lembaga legislatif dan masyarakat sipil juga harus diperkuat. Transparansi dalam penugasan prajurit ke lembaga pemerintahan harus menjadi prioritas utama untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan.

Revisi UU TNI bukanlah sesuatu yang harus ditolak mentah-mentah, tetapi juga bukan sesuatu yang bisa diterima begitu saja tanpa pengkajian mendalam. Ada manfaat besar yang bisa diperoleh dari perubahan ini, terutama dalam penguatan pertahanan dan peningkatan efektivitas birokrasi. Namun, ada juga ancaman nyata terhadap prinsip netralitas militer yang telah diperjuangkan selama lebih dari dua dekade.
IP-KI bersama masyarakat harus terus mengawal proses revisi ini dengan kritis, memastikan bahwa setiap perubahan yang dilakukan tetap sejalan dengan prinsip demokrasi dan supremasi sipil. Dengan demikian, kita bisa memiliki TNI yang kuat dalam menjaga kedaulatan negara, tetapi tetap berada dalam koridor yang sesuai dengan sistem demokrasi yang kita anut. Agar revisi RUU TNI tidak menjadi isu yang dimanfaatkan oleh LSM atau kelompok yang hanya mencari keuntungan sepihak, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk menjaga transparansi, partisipasi publik, dan memastikan bahwa tujuan dari revisi tersebut tetap terfokus pada kepentingan negara dan masyarakat.

Beberapa strategi yang bisa diusulkan IP-KI kepada pemerintah:
Transparansi Proses Legislatif, Proses pembahasan revisi RUU TNI harus dilakukan secara transparan. Pemerintah dan DPR perlu memastikan bahwa seluruh proses, mulai dari perumusan hingga pembahasan, dapat diakses oleh publik. Laporan mengenai hasil kajian akademis, konsultasi publik, dan pendapat dari berbagai ahli serta pakar militer harus disampaikan dengan jelas dan terbuka.

Dengan keterbukaan ini, akan lebih sulit bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menciptakan narasi yang menyesatkan atau mengeksploitasi kekurangan informasi.
Melibatkan Berbagai Pihak dalam Konsultasi Publik, Sebelum revisi RUU TNI disahkan, perlu ada konsultasi publik yang luas, baik dengan akademisi, pakar militer, LSM, organisasi masyarakat sipil, hingga kelompok masyarakat yang terlibat dalam bidang pertahanan. Partisipasi publik dalam forum diskusi ini akan memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai potensi dampak dari revisi ini, baik positif maupun negatif.

Penyelenggaraan forum seperti ini juga bisa menjadi sarana untuk menanggapi kekhawatiran masyarakat dan memberikan ruang bagi berbagai pihak untuk memberikan masukan yang konstruktif. Dengan demikian, pihak-pihak yang berusaha memperburuk situasi dengan informasi yang tidak akurat atau penuh dengan kepentingan pribadi dapat lebih mudah dihadapi dengan data dan fakta yang jelas.

Melakukan Edukasi kepada Publik
Banyaknya informasi yang beredar di media sosial dan platform lainnya BISA MENCIPTAKAN DISINFORMASI. Untuk itu, edukasi kepada publik sangat penting. Pemerintah, lembaga legislatif, dan pihak terkait perlu aktif memberikan penjelasan yang jelas mengenai tujuan dan manfaat revisi RUU TNI, serta dampak yang diharapkan bagi masyarakat luas.
Misalnya, dengan mengadakan webinar, seminar, atau MENULIS ARTIKEL EDUKATIF MELALUI MEDIA SOSIAL IP-KI, MEDIA ONLINE IP-KI ATAU PLATFORM SOSIALIASI PROGRAM IP-KI yang mudah dipahami oleh kalangan masyarakat yang lebih luas. Ini bisa membantu publik memahami konteks revisi tersebut dan mengurangi kesalahpahaman.

Menjaga Netralitas dan Profesionalisme
Salah satu isu yang sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab adalah ketakutan terhadap kembalinya dwifungsi ABRI (Tentara Nasional Indonesia sebagai kekuatan politik dan militer sekaligus). Untuk itu, penting bagi pemerintah untuk menegaskan komitmennya untuk menjaga netralitas militer dalam politik dan tidak membiarkan TNI terlibat dalam urusan politik praktis.

Salah satu langkah yang dapat diambil adalah DENGAN MEMASTIKAN bahwa setiap prajurit yang menduduki jabatan sipil harus pensiun terlebih dahulu dan TIDAK LAGI TERIKAT OLEH STATUS MILITER AKTIF, DAN PENGHAPUSAN SISTEM SOSIAL INTERNAL SENIOR JUNIOR SAAT TIDAK TERIKAT LAGI STATUS MILITER AKTIF, karena hal ini pun yang berpotensi penyalahgunaan kekuasaan dengan istilah IKUTI ARAHAN SENIOR. Dengan langkah ini, pemerintah bisa menegaskan bahwa TNI hanya akan berfokus pada tugasnya sebagai alat pertahanan negara.
Pengawasan Independen dari Lembaga Pengawas
Penting untuk memastikan bahwa proses revisi ini tetap dalam pengawasan yang ketat dari lembaga-lembaga pengawas yang independen, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), lembaga antikorupsi, dan lembaga negara lainnya yang tidak memiliki afiliasi politik.

Lembaga-lembaga ini dapat membantu mengawasi agar revisi RUU TNI tidak digunakan untuk tujuan yang menyimpang.

Menghindari Politisi atau LSM yang "Bermain" di Tengah Ketegangan
Penting juga untuk meminimalisir keterlibatan politik praktis dalam proses ini. Seringkali, ketika ada isu sensitif seperti revisi UU TNI, beberapa politisi atau LSM yang tidak bertanggung jawab mencoba mengangkatnya untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Pemerintah harus menegaskan bahwa revisi ini dilakukan untuk kepentingan nasional dan BUKAN UNTUK MENGAKOMODASI KEPENTINGAN INDIVIDU ATAU KELOMPOK TERTENTU. Hal ini juga penting untuk menjaga integritas dan tujuan revisi agar tetap pada rel yang benar.

Perlunya Dialog Terbuka dengan Media, karena Media memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk opini publik. Untuk itu, pihak pemerintah dan DPR perlu melakukan komunikasi yang intens dengan media untuk menjelaskan setiap langkah dalam revisi RUU TNI. Dengan memberikan informasi yang jelas dan akurat kepada media, diharapkan media bisa menyampaikan pesan yang benar kepada masyarakat, bukan terjebak pada pemberitaan yang tidak berdasar atau malah memperburuk situasi.

Penegakan Hukum terhadap Penyebaran Hoaks, Terkadang, LSM atau individu yang tidak bertanggung jawab menyebarkan hoaks atau informasi yang tidak benar untuk menciptakan kerusuhan sosial atau ketidakpercayaan. Pemerintah harus mengambil langkah tegas terhadap penyebaran informasi yang menyesatkan dan melanggar hukum, dengan menindaklanjuti setiap laporan mengenai penyebaran hoaks yang merugikan kepentingan negara.

Secara keseluruhan, upaya untuk menjaga revisi RUU TNI agar tetap berada di jalur yang benar dan tidak disalahgunakan untuk keuntungan sepihak, memerlukan TRANSPARANSI, PARTISIPASI PUBLIK, serta PENGAWASAN YANG KETAT. Jika langkah-langkah ini diambil dengan serius, revisi ini akan menjadi alat yang efektif untuk memperkuat pertahanan negara tanpa mengorbankan prinsip demokrasi dan netralitas militer, tegas Daniel Samosir. (Red)
News Update